Sebut saja
Munif, seorang dosen sekaligus bisnismen yang memiliki beberapa perusahaan
dalam bidang konveksi. Tidak diketahui secara pasti penyebabnya, akhir-akhir
ini wajahnya terlihat murung dan lebih tua dari biasanya. Ketika ditanya
terkait masalah yang menimpanya dengan tertunduk dia menjawab,”ini urusan
pribadi.” Suaranya lirih, hampir tidak terdengar. Ia seakan tak
ingin masalahnya diketahui orang lain.
Namun, sekeras apapun usaha menutupi bangkai, baunya pasti akan tercium pula.
Sebagaimana cerita orang terdekatnya, bahwa ada sesuatu yang menyebabkan Munif
depresi. Peristiwa dan kejadian pahit berulang kali menimpanya. Tepatnya,
setelah ayah Munif meninggal dunia dan mewariskan sebagian besar perusahaan
kepadanya. Namun, sebagian besar perusahaan yang dikelolanya malah bangkrut.
Akibatnya, Munif terlilit hutang dan menderita kerugian.
.Setiap kali
Munif memulai usaha, kegagalan selalu menyertainya. ”Saya harus bangkit,” gumam
Munif dalam hati. Ia lalu menemui Surya, kakak yang paling ia percayai. ”Kak aku mau minta tolong, berikan sedikit modal untuk usaha,” pintanya
kepada Surya. ”Ini ada 50 juta, tolong digunakan sebaik-baiknya” kata Surya
menyarankan.
Sebagai
pengusaha yang pernah mengalami kegagalan, seharusnya Munif bisa sukses.
Sayang, usahanya gagal lagi. ”Aku heran mengapa ini bisa terjadi padaku,”
gumamnya dalam hati. ”Nif usahamu udah maju?” tanya Surya pada suatu hari.
Dengan perasaan berkecamuk serta putus asa, Munif menjawab, ”maaf kak, modalnya
habis, aku tidak mengerti kenapa usaha yang aku rintis selalu gagal.” Surya
termenung sebentar.”Firasat kakak ada yang tidak beres Nif” ujarnya. ”Coba akan
kakak selidiki” imbuhnya.
Apa yang
dikhawatirkan Surya ternyata tidak meleset. Secara tidak sengaja, Surya
mendengar obrolan saudara-saudaranya yang lain. ”Itu loh si Munif, emang pantas
dia menerima itu semua,”ujar salah satu saudaranya. ”Lagian bapak itu waktu
hidupnya terlalu sayang sama dia, masa semua perusahaan dikasih gitu ja, ya
udah aku kerjain aja sekalian,” tambahnya. Dari obrolan tesebut, Surya
mengetahui bahwa adiknya dijahili karena rasa iri saudara yang lain.
”Nif ada
indikasi yang tidak baik dari saudara-saudaramu yang lain, kalau bisa
secepatnya kamu meminta maaf kepada mereka,” pinta Surya. ”Aku nggak habis
fikir, kenapa mereka begitu tega,” katanya heran. Tanpa fikir panjang Munif
meminta maaf kepada saudara-saudaranya yang lain. ”Lho, kamu kenapa minta maaf,
kamu nggak punya salah kok,” ujar saudaranya mengelak.
”Kenapa mereka jadi
begitu?” gumamnya. Akhirnya Surya menyarankan Munif untuk menemui seorang
Spritualis di Semarang yaitu Ustadz Massar. Setelah panjang lebar menceritakan
permasalahan yang dihadapi, akhirnya Ustadz Massar memeriksa Munif. ”Bapak
memang terkena guna-guna,” ungkapnya. Ternyata apa yang dikatakan Surya tidak
meleset. Munif memutuskan untuk dirukyah seketika itu pula. ”Bapak harus
senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan jangan lupa melaksanakan
shalat lima waktu dan melaksanakan amalan yang telah saya berikan,” nasihat
sang ustadz. Setalah itu, Munif mohon diri.
Dengan penuh
keyakinan, Munif bergegas pulang. Esoknya, ia memulai kerja
sebagaimana biasa. Dengan bermodalkan pinjaman dari Surya, Munif bekerja keras.
Selama setengah tahun, Munif merintis usahanya kembali. Perubahan signifikan
mulai terjadi. Kesuksesan mulai nampak di depan mata. ”Alhamdulillah, usaha
saya mulai lancar,” tuturnya dengan raut muka berseri. Akhirnya, Munif mulai
menyadari pentingnya iman dan takwa dalam menjalankan bisnis dan usaha.
Terlebih dalam menghadapi era global yang penuh persaingan. Tidak menutup
kemungkinan muncul rasa iri, dengki, dan hasud dari para pesaing.