Selasa, 25 Maret 2014

Mengobati Trauma dengan Ruqyah




Saya seorang wali murid di salah satu lembaga pendidikan formal plus dengan sistem asrama. Pada saat putra saya masih kelas 2 SMA dirinya mendapatkan pengalaman yang cukup tragis, yaitu dituduh mencuri dan menganiaya oleh teman-temannya. Secara otomatis, dirinya menjadi korban dari keberingasan teman-temannya dan mendapat sanksi dari pengurus asrama.
Dengan berat hati dan menahan rasa malu akhirnya saya membawanya pulang. Selama dirumah, dia selalu murung dan tidak bergairah. Hampir setiap detik dia meyakinkan saya bahwa dirinya tidak bersalah. Mendengar aduannya yang tak kunjung berhenti, saya merasa curiga dan berniat menghubungi pengurus untuk meminta klarifikasi. Tanpa disangka, tepat sebelum saya menghubungi mereka, pihak yayasan telah lebih dulu menghubungi saya untuk meminta maaf dan mengklarifikasi permasalahan anak saya. Mereka mengharapkan agar putra saya mau kembali ke asrama untuk meneruskan pendidikannya.
Ibarat nasi telah menjadi bubur, trauma yang dirasakan putra saya ternyata sangat dalam. Jangankan untuk kembali ke lembaga, sekedar belajar saja sudah tidak mau. Bermacam cara telah saya gunakan agar putra saya mau meneruskan studinya,termasuk ke seorang psikiater tetapi semuanya sia-sia.
Sampai akhirnya saya mendapatkan saran dari kerabat untuk membawa putra saya ketempat praktek Ustadz Massar di Semarang. Singkat cerita, akhirnya diputuskanlah untuk meruqyah putra saya beberapa saat setelah saya berkonsultasi. Alhamdulillah, sedikit demi sedikit putra saya mau dibujuk untuk kembali ke lembaga pendidikan. Bahkan kini teman-teman yang dulu menyakitinya telah menjadi sahabatnya. Terimakasih banyak Pak Ustadz.
Derbi, Surabaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar